Oleh Kurniawan T Arief
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia belum memiliki arah yang jelas, hal ini dapat dilihat dari kurangnya komitmen pemimpin dan masyarakat bangsa ini untuk menjaga kelestarian dan keberlangsungan lingkungan hidup khususnya di Perkotaan.
Sejak pencanangan program pembangunan nasional, berbagai masalah lingkungan hidup mulai terjadi. Masalah lingkungan hidup tersebut antara lain,adanya berbagai kerusakan lingkungan, pencemaran di darat, laut dan udara,serta berkurangnya berbagai sumber daya alam. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan sumber daya alam yang ada serta kurang kesadaran akan pentingnya keberlangsungan lingkungan hidup untuk generasi sekarang maupun masa depan.Padahal telah kita ketahui Lingkungan hidup sebagai suatu sistem yang terdiri dari lingkungan sosial (sociosystem), lingkungan buatan (technosystem)dan lingkungan alam (ecosystem) dimana ketiga subsistem ini saling berinteraksi (saling mempengaruhi). Ketahanan masing-masing subsistem ini dapatmeningkatkan kondisi seimbang dan ketahanan lingkungan hidup, dimana kondisi ini akan memberikan jaminan keberlangsungan lingkungan hidup demi peningkatan kualitas hidup setiap makhluk hidup di dalamnya. Ketika salah satu subsistem di atas menjadi superior dan berkeinginan untuk mengalahkan atau menguasai yang lain maka di sanalah akan terjadi ketidakseimbangan. Contohnya adalah ketika manusia dengan teknologi ciptaannya ingin memanfaatkan alam demi kelangsungan hidup dan menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam
Pada era sekarang ini sangat marak kita lihat dimana-mana pendirian bangunan, resah memang kita sebagai warga masyarakat ketika kita melihat akan banyaknya bangunan salah satunya mall, yang pembangunannya sudah mulai kita lihat, alat-alat berat sudah dipasang mulai kita lihat bersliweran kendaraan berat yang memang terkadang membuat kita miris. Kita harus bijak dalam menyikapi hal ini namun kita juga harus mawas dengan keadaan ini,semakin majunya perekonomian, kita tidak bisa menolak dengan keaneragaman budaya yang akan muncul dan perkembangan Iptek semakin jelas. percaya tidak percaya pembangunan dikota Cirebon akan terus berlanjut dan akan membawa berbagai perubahan-perubahan terhadap lingkungan, baik positif maupun negative (Kornelius, 2008).Untuk mengurangi dampak negative maka diperlukanlah izin mengenai Analisi Mengenai Dampak Lingkungan. Suatu Mall tidak akan berjalan apabila tidak ada mempunyai izin AMDAL mendirikan bangunan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengkaji mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup. Dan diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan tersebut (Anonim,2009).
Definisi AMDAL
AMDAL yaitu Kependekan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,merupakan salah satu alat yang dibuat untuk tindakan terhadap kemungkinan ketidaklestarinya fungsi lingkungan sebagai akibat adanya rencana usaha dan atau kegiatan pambangunan. AMDAL lahir dengan diundangkanya undang-undang tentang lingkungan hidup di AS, National Environmental Policy act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA 1969 mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1970 pasal 102 (2) ( C ) dalam undang-undang ini menyatakan, semua usulan legislasi dan akitivitas pemerintah federal yang besar, yang diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Diharuskan disertai dengan laporan Environmental Impact Assessment (Analisa Dampak Lingkungan).
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usahadan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
NEPA 1969 merupakan suatu reaksi kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang makin meningkat, antara lain tercemarnya lingkungan, rusaknya habitat tumbuhan dan hewan langka, serta menurunya estetika lingkungan.
Dasar Hukum Amdal
Dasar Hukum Amdal
Bermula dari Amerika Serikat, tahun 1969. The National EnviromentalPolicy Act of 1969 (NEPA 1969) diperkenalkan sebagai sebuah instrumen untukmengendalikan dampak segala macam kegiatan yang bisa merusak kelestarian lingkungan. Bentuknya peraturan. Dalam perkembangan selanjutnya, peraturan ini diadopsi oleh banyak negara.
Tahun 1982, Indonesia mengeluarkan undang-undang (UU) lingkungan hidup. Dari sinilah masyarakat Indonesia mengenal istilah analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). UU ini diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1986, yang kemudian diganti PP Nomor 51Tahun 1993, dan terakhir diganti lagi dalam PP Nomor 27 Tahun 1999.
Pemerintah membentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup(Bapedal) melalui Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 untuk melengkapi pelaksanaan peraturan tersebut. Ada tingkat pusat dan daerah, meskipun keduanya tidak memiliki hubungan hierarki struktural. Bapedal pusat kini berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup.
Dalam PP no 27 tahun 1999 di sebutkan, bahwa amdal merupakan kajian bagi dampak besar atau penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang di perlukan bagi proses pengambilan keputusan dalam suatu usaha atau kegiatan. namun kebijakan tersebut ternyata melemah setelah berbenturan dengan PP 20 no 27 tahun 1999 pasal 9. jika dalam waktu 71 hari, pemerintah belum mengambil keputusan layak atau tidaknya amdal suatu usaha, maka usaha tersebut dinilai layak lingkungan.Tentunya, hal itu memberikan pukulan berat bagi masyarakat. Pasalnya, dalam aturan tersebut sangat terbuka ruang kolusi bagi pejabat di pemerintahan terkait dengan tidak mengeluarkan keputusan selama 71 hari.Hal itu berbuntut pada sepuluh ribu dokumen hasil riset mengenai amdal di indonesia hanya masuk ke keranjang sampah tanpa tindak lanjut.Ketentuan tentang AMDAL di indonesia diatur dalam undang-undang RINo.23 Tahun 1997 tentang pengolahan lingkungan hidup pada pasal 15“dinyatakan kembali bahwa , setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting wajib memiliki AMDAL ” dan pelaksanaanya diatur dalam peraturan pemerintah (pp) No.27 Th1999 (pasal 1 ayat 2 PP No.27/1999) tentang AMDAL. Yang dimaksud dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan (Kornelius, 2008).
Dalam pelaksanaan AMDAL merupakan proses kajian terpadu yangmempertimbangkan aspek ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya sebagai pelengkap study kelayakan suatu rencana usaha dan atau kegiatan.Kajian terpadu tersebut merupakan seluruh proses yang meliputi penyusunan:
1. Kerangka Acuan (KA) bagi penyusunan Analisi Dampak Lingkungan(ANDAL), dokumen ini memuat ruang lingkup dan kedalaman kajian analisi mengenai dampak lingkungan yang akan dilaksanakan sesuai hasil proses pelingkupan
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Dokumen ini memuat telaah secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting dari suaturencana kegiatan dan atau usaha berdasarkan arahan yang telahdisepakati dalam dokumen KA ANDAL.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Dokumen ini memuat berbagaiupaya penanganan dampak besar dan penting yang ditimbulkan akibatrencana usaha dan atau kegiatan.
4. Rencana Pemantauan Lingkungan. Dokumen ini memuat berbagai rencanapematauan terhadap berbagai komponen lingkungan hidup yang telah dikelola akibat terkena dampak besar dan penting dari rencana usaha dan atau kegiatan.
Rencana suatu Usaha dan atau kegiatan akan di tolak oleh instansi yang bertanggung jawab apabila:
1. Dampak besar dan penting negatif yang timbul tidak dapat ditangani atau ditanggulangi dengan teknologi yang sudah tersedia
2. Biaya yang dikeluarkan untuk menangani dampak besar dan penting negatif lebih besar dari pada manfaat dampak besar dan penting positif.
Hal ini kemudian ditegaskan dalam pasal 3 PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menyebutkan bahwa usahadan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi:
1. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
2. Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tidakterbaharui.
3. Proses dan kajian yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya.
4. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,lingkungan buatan, serta lingkungan sumberdaya.
5. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam dan/atau perlindungan cagarbudaya.
6. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik.
7. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati.
8. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untukmempengaruhi lingkungan hidup.
9. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan dapat mempengaruhipertahanan negara.
Dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, sangat sering ditemui konsultan (tim penyusun) AMDAL meninggalkan berbagai prinsip dalam AMDAL.Terutama posisi rakyat dalam proses penyusunan dokumen AMDAL. Proses keterbukaan informasi dijamin oleh kebijakan, di mana pasal 33 PP No. 27/1999 menegaskan kewajiban pemrakarsa untuk mengumunkan kepada publik dan saran, pendapat, masukan publik wajib untuk dikaji dan dipertimbangkan dalam AMDAL. Dan pasal 34 menegaskan bagi kelompok rakyat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
Masyarakat merupakan fokus dalam study AMDAL sehingga AMDAL bersifat terbuka untuk umum. BAPPEDA dan pamrakarsa wajib mengumumkan secara luas suatu rencana usaha atau kegiatan yang membutuhkan study AMDAL supaya masyarakat dapat memberikan tanggapan secara langsung yang disalurkan lewat komisi terutama bagi masyarakat yang berkepentingan. Kecuali untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut rahasia negara. (Kornelius, 2008)
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan ditingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelolalingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yangberkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaanKomisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota
Maksud dan tujuan dilaksanakannya ketertibatan masyarakat dalam keterbukaan informasi dalam proses Analisis Mengenai Dampak LingkunganHidup (AMDAL) ini adalah untuk :
1. Melindungi kepentingan masyarakat;
2. Memberdayakan masyarakat dalam pengambilan keputusan atas rencanausaha dan/atau kegiatan pembangunan yang berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap Lingkungan;
3. Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses AMDAl darirencana usaha dan/atau kegiatan; dan
4. Menciptakan suasana kemitraan yang setara antara semua pihak yangberkepentingan, yaitu dengan menghormati hak-hak semua pihak untuk mendapatkan informasi dan mewajibkan semua pihak untuk menyampaikan informasi yang harus diketahui pihak lain yangterpengaruh.
Mall
Definisi Mall
Mall adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan memiliki jalur untuk berjalan jalan yang teratur sehingga berada diantara toko-toko kecil yang saling berhadapan. Karena bentuk arsitektur bangunannya yang melebar (luas),umumnya sebuah mal memiliki tinggi tiga lantai. (Wikipedia, 2009).
Mall atau Super Mall atau Plaza adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan perdagangan, rekreasi, restorasi dan sebagainya yang diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan, atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa yang terletak pada bangunan/ruangan yang berada dalam suatu kesatuan wilayah/tempat. Mall termasuk ke dalam Pasar Modern, karena Pasar modern adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Pusat Perbelanjaan, seperti Mall, Plaza, dan Shopping Centre serta sejenisnya dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.
Mall adalah representasi fisik dari berbagai paradoks kehidupan sosialekonomi, yakni: antara kaya – miskin, eksklusif – inklusif, artifisial –natural, dan modern - tradisional. Mall, plaza, town square dan sejenisnya adalah monumen kesenjangan sosialekonomi.
Syarat Pendirian Bangunan
Menurut Penataan Pasar Modern Pasal 12 Bagian Kedua Nomor 20 Tahun 2009 :
1. Lokasi pendirian pasar modern wajib mengacu pada Rencana Tata RuangWilayah Kabupaten, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten, termasukpengaturan zonasinya.
2. Penyelengaraan dan pendirian pasar modern wajib memenuhi ketentuan,sebagai berikut :
a. memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional, usaha kecil, dan usaha menengah yang ada diwilayah yang bersangkutan;
b. memperhatikan jarak dengan pasar tradisional maupun pasar modernlainnya;
c. pasar modern dapat dibangun dengan jarak radius terdekat dari pasartradisional minimal 1000 meter;
d. menyediakan fasilitas yang menjamin pasar modern yang bersih,sehat, hygienis, aman, tertib dan ruang publik yang nyaman;
e. menyediakan fasilitas tempat usaha bagi usaha kecil dan menengah,pada posisi yang sama-sama menguntungkan;
f. menyediakan fasilitas parkir kendaraan bermotor dan tidak bermotoryang memadai di dalam area bangunan;
g. menyediakan sarana pemadam kebakaran dan jalur keselamatan bagipetugas maupun pengguna pasar modern dan toko modern;
h. pemberian ijin usaha pasar modern wajib memperhatikanpertimbangan Kepala Desa/Lurah dan BPD/LPM;
i. pendirian Pasar Modern khususnya Minimarket diutamakan untukdiberikan kepada pelaku usaha yang domisilinya sesuai dengan lokasi Minimarket tersebut.
3. Perkulakan hanya boleh berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteriatau kolektor primer atau arteri sekunder.
4. Hypermarket dan Pusat Perbelanjaan:
a. hanya boleh berlokasi pada atau pada akses sistem jaringan jalan arteriatau kolektor;
b. tidak boleh berada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan didalamkota/perkotaan.
5. Supermarket dan Departemen Store:
a. tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; dan
b. tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan didalamkota/perkotaan
6. Minimarket
a. dapat berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk pada sistem jaringan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan)di dalam kota/perkotaan;
b. jumlah minimarket untuk setiap kawasan pelayanan lingkungan(perumahan) di dalam kota/perkotaan maksimal hanya ada 2 (dua)minimarket dalam jarak 2 km. (anonym.2009)
Dampak Pembangunan Mall terhadap Lingkungan Hidup
Terdapat berapa dampak yang dapat ditimbulkan dengan adanyapembangunan mall. Dampak tersebut dibagi menjadi dua, yang terdiri dari:
a. Dampak Negatif
· Perubahan karakteristik tanah.
· Menghambat gerakan angin, sehingga sirkulasi angin tidak stabil danselalu bergerak ke atas membawa partikel partikel polutan ke udara.
· Mengakibatkan sinya elektronik menjadi lemah.
· Jendela kaca dapat memantulkan radiasi panas matahari.
· Kebisingan oleh mesin – mesin bermotor dan alat–alat berat pada saatpembangunan proyek tersebut.
· Mengakibatkan debu – debu bertebaran bila musin panas terjadi.
· Mengakibatkan banjir lumpur bila musim penghujan terjadi.
· Berkurangnya drainase resapan air hujan
B. Dampak Positif
· Menambah lapangan pekerjaan.
· Mengurangi angka pengangguran.
· Menambah pendapatan keuangan daerah.
· Menjadikan Kota lebih maju dan modern.
· Mempercantik tata letak Kota. (Saputra, 2010)
Faktor Lingkungan Abiotik
Kebisingan Proses pembangunan mall membuat tingkat kebisingan di daerah tersebut meningkat. Hal ini dikarenakan peralatan yang digunakan selama proses pembangunan. Kebisingan juga terjadi karena meningkatnya jumlah pengunjung yang mendatangi Mall, walaupun pembangunan belum rampung sepenuhnya. Kendaraan yang digunakan oleh pengunjung tersebut membuat tingkat kemacetan meningkat dan memicu terjadinya kebisingan di seputar daerah perkantoran dan pendidikan dalam hal ini adanya kampus 3 Unswagati yang terletak di seberang area pembangunan yang terganggu akibat terjadinya peningkatan kebisingan dilokasi kegiatan dan sepanjang jalan yang dilalui oleh kendaraan pengangkut alat, material, agregat dan tanah urug untuk runaway apabila dibandingkan dengan keputusan menteri negara lingkungan hidup No. Kep/48/MENLH/11/1996 batas kebisingan di lingkungan Sekolah dan Area Pendidikan adalah 55 dBA.
Debu
Tingkat paparan debu juga semakin meningkat karena bahan bangunan yang digunakan selama proses pembangunan Mall. Hal juga diperparah dengan jumlah kendaraan yang berlalu lalang di daerah jl.Pemuda dan Jl By pass, sehingga beresiko meningkatkan jumlah debu yang berterbangan, sehingga terjadi peningkatan emisi di udara
Dampak yang akan terjadi pada masyarakat terutama dilihat dari segi kesehatan beberapa dampak, yakni:
1. Dampak Umum
Dampak umum adalah dampak yang dapat dirasakan oleh semua atausebagian besar orang atau yang dapat dirasakan oleh orang dalam jumlah yang banyak. Dampak –dampak ini yakni :
Banjir Kurangnya resapan air yang terdapat di Cirebon karena banyaknya pembangunan yang tidak diimbangi dengan pembuatan resapan air,mengakibatkan meningkatnya kejadian banjir. Hal ini tentunya akan berdampak sangat luas terhadap masyarakat. Khusus untuk kesehatan masyarakat, banjir akan menyebabkan banyak penyakit yang terjadi, sebut saja diare dan penyakit kulit.
2. ISPA
Akibat kontaminasi debu yang terlalu sering oleh pekerja di mall,sehingga kemungkinan besar terjadi penyakit di saluran pernapasan sangat besar. Apalagi ditambah dengan polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, maka resiko terkena Infeksi Saluran Pernafasan akan semakin besar.
3. Dampak Psikologis
Akibat kemacetan yang di timbulkan karena efek pembangunan mall, sehingga dapat membuat para pemilik kendaraan akan merasa stress atau merasakan hal lain karena hal tersebut.
Dari berbagai dampak yang dapat diketahui diatas, dapat diperoleh analisa dari segi kesehatan, lingkungan dan Sosial bahwa pembangunan Mall di Jl. Terusan pemuda akan banyak mengakibatkan gangguan dan resiko. Disamping posisi Jl. Pemuda yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Kesambi yang dalam pembagian Zona Wilayah RTRW Bappeda kota Cirebon termasuk ke dalam zona Pemukiman dan Pendidikan, dan bukan diprioritaskan kepada perdagangan dan Jasa tentu saja hal inpun sudah menyalahi aturan. Sangat tidak masuk akal apabila kemudian Pemerintah Kota Cirebon memberikan ijin pembangunan Mall di kawasan tersebut.
0 Response to "MEMPERTANYAKAN AMDAL DALAM RENCANA PEMBANGUNAN MALL DI KOTA CIREBON"
Post a Comment