Pada
tataran paling nyata, Universitas atau apa pun namanya yang sejenjang, adalah
lembaga pendidikan tinggi selepas sekolah menengah. Kedudukan sebagai lembaga
pendidikan menuntut universitas mengemban seluruh fungsi dan tugas pokok dalam
bidang penyelenggaraan pendidikan akademik dan atau profesi. Kedudukan
perguruan tinggi sebagai lembaga akademik, menuntutnya untuk menjalankan fungsi
pengembangan ilmu melalui penelitian. Sedangkan kedudukan perguruan tinggi
sebagai sub-organisasi sosial masyarakat, memanggilnya untuk menjalankan fungsi
pengabdian kepada masyarakat
Namun demikian, secara empirik bukan tidak mungkin
perguruan tinggi juga menjalankan fungsi penundaan pengangguran, karena menurut
fakta, sejumlah orangtua memasukkan putra-putrinya ke perguruan tinggi dengan
pertimbangan daripada menganggur (Mudjia Rahardjo,2010). Perspektif sosiologi
struktural-fungsional juga mengajarkan bahwa setiap manusia tak sekadar
memiliki status tunggal, melainkan banyak status (not a single status, but
multi-status). Karena niscaya multi-status, maka bisa dipastikan bahwa
manusia senantiasa multi-peran. Kenyataan multi-peran yang seringkali
mengakibatkan manusia menghadapi ambivalensi
sosial. (Merton, 1976) Salah satu bentuk gejala ambivalensi sosial adalah
perbenturan peran (conflicting roles). Konsekuensinya, selain
berkemungkinan salah peran seperti pada manusia, fungsi-fungsi organisasi
sosial juga mengalami perubahan, baik karena dinamika internal maupun karena
tekanan eksternal. Sejarah pertumbuhan dan perkem¬bangan perguruan tinggi
sebagai lembaga dan masyarakat ilmiah di berbagai negara semula memang lebih
mengutamakan kegiatan pendidikan dan pengajaran. Selanjutnya perguruan tinggi
juga memiliki orientasi penelitian. Perubahan pemikiran dan perkembangan lebih
lanjut melibatkan kegiatan-kegiatan penerapan ilmu, teknologi, dan seni.
Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perguruan tinggi modern lebih berorientasi
pada pelayanan masyarakat.
Menilik pada sisi historisnya, Tridarma Perguruan
Tinggi pertama kali digagas dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan di tahun
1961,Thoyib Hadiwidjaja. Pada era kemerdekaan, kehadiran perguruan tinggi di
Indonesia sudah aktif melaksanakan tugas dan kegiatan sebagai pusat pendidikan
dan pengajaran, pusat penelitian ilmiah serta pengamalan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni bagi masyarakat, bangsa dan negara. Tiga bidang tugas dan
kegiatan tersebut pada waktu itu diungkapkan sebagai "Tri Saka Guru" perguruan tinggi, yakni "Pendidikan,
penelitian, afiliasi industri dan pembangunan". Tiga bidang tugas dan
peran itu yang akan menjadi inti bakal konsepsi Tridarma Perguruan Tinggi di
Indonesia (Reksowardojo, 1985). Perguruan tinggi adalah bahagian integral dari
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang sedang berjuang dan membangun
untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan Proklamasi Kemerdekaan, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum serta
membina kerjasama antar bangsa dan perdamaian dunia sesuai dengan amanat yang
tersurat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Dalam rangka nasionalisasi berbagai usaha besar, peran
perguruan tinggi adalah mengisi kekosongan tenaga ahli, karena ditinggalkan
oleh tenaga ahli asing baik yang sebelumnya mengisi jabatan di universitas dan
institut, maupun dalam dunia industri, perkebunan, dan jawatan. Peran sivitas
akademika perguruan tinggi kita bersama-sama para pejuang kemerdekaan,
tentara, golongan politik dan seluruh unsur rakyat dalam membela dan
mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara sangat besar dan penting artinya.
Banyak di antara sivitas akademika perguruan tinggi kita yang secara sukarela
berkorban di medan juang sebagai bagian dari darma bakti mereka dalam berbagai
bidang, seperti pengiriman tenaga dokter ke pelbagai medan perjuangan dan
pembentukan rumah sakit gerilya, pembangunan pabrik-pabrik senjata dan mesiu,
pengadaan pangan dan logistik selama perang kemerdekaan, pengiriman Pengerahan
Tenaga Mahasiswa Pejuang (PTM) untuk mengisi kekurangan tenaga guru di pelbagai
pelosok tanah air, maupun pembentukan pasukan Corps Mahasiswa Pejuang (Brigade
XVII) yang bersama-sama TP dan TRIP maju bertempur di garis depan. Peran
sivitas akademika perguruan tinggi tersebut dilakukan atas dasar panggilan
jiwa, serta motivasi yang murni untuk berbakti dan mengabdi kepada bangsa dan
negara. Karena itu tampak jelas, kesediaan untuk berbakti dan mengabdi
merupakan watak perguruan tinggi Indonesia.
Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama saat ini,
apakah peran sivitas akademika masih benar-benar bersedia untuk berbakti dan
mengabdi bagi kemajuan masyarakat?. Dari
factor pendidikan & pengajaran serta Penelitian, seringkali luas dan arah program penelitian sebagian
besar ditentukan oleh dukungan keuangan yang diberikan oleh lembaga pemerintah,
dunia usaha dan industri. Pengaruh terhadap arah penelitian ini telah
memunculkan semacam kritik yang mempertanyakan untuk siapa pengetahuan tersebut
dihasilkan. Lebih jauh, karena baik pemerintah, dunia usaha, dan industri lebih
memiliki kepentingan terhadap ilmu-ilmu terapan, jenis penelitian murni menjadi
tersisihkan. Karena itu, kepentingan utama ilmu untuk menghasilkan ilmu
pengetahuan dasar menghadapi kendala cukup berat. Perguruan tinggi, melalui
fungsi ini diharapkan menyebar-luaskan pengetahuan yang dikembangkan dari
program-program penelitian melalui berbagai saluran, seperti penerbitan, media
massa, pengajaran dan perkuliahan. Penyebaran gagasan-gagasan ini memiliki
pengaruh luas, hingga merangsang perubahan sosial di berbagai negara di belahan
dunia. Namun demikian, lagi-lagi masyarakat perguruan tinggi tidak pernah
kehilangan sikap kritisnya, sehingga memunculkan pertanyaan sampai sejauh mana
para ahli harus begitu terlibat dalam usaha untuk mengubah pendapat umum
melalui kesadaran sosial, atau bertindak melakukan perubahan.
Pusaran
modernisasi memiliki imbas tersendiri bagi susunan sosio budaya masyarakat,
betapa tidak? Ditengah lebih leluasanya akses maupun ruang untuk melakukan
ekperimen intelektual justru Perguruan Tinggi seakan membuat kotak nya sendiri
di tengah-tengah lingkaran masyarakat. Dominasi kepentingan industry telah
terlalu dalam mencampuri dunia intelektualisme yang pada hakekatnya mengubah
pola pikir/mindset masyarakat bahwa
Perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat proses pematangan intelektual hanya
sekedar dimaknai sebagai alternative jalan memenuhi prasyarat pekerjaan.
Terkesan praktis namun sesat, dunia pendidikan saat ini seperti raga tanpa ruh,
Perguruan Tinggi dengan segala bentuk kemasan implementasi Tridarma Perguruan
Tingginya masih terlalu lemah dalam menakar kemampuannya sendiri di tengah arus
modernitas global. Baru-baru ini pemerintah berencana mewajibkan setiap mahasiswa
di setiap jenjang pendidikan dalam perguruan tinggi wajib membuat sebuah karya
Ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal Ilmiah tingkatan nasional maupun
internasional yang akan berlaku mulai Agustus 2012. Ini adalah kegembiraan
sekaligus indikasi yang menyedihkan . dari keputusan pemerintah tersebut dapat
dilihat bahwa kemerosotan budaya penelitian sedang terjadi, sehingga sampai
harus dipaksa menjadi sebuah aturan wajib yang harus dilakukan oleh setiap
mahasiswa di Indonesia, jika tidak
hati-hati bukan tidak mungkin kalangan sivitas akademika menuai persoalannya
yang lebih besar di kemudian hari yaitu Tridarma Perguruan Tinggi akan berhenti
pada titik poin ke dua saja, dan poin ketiga akan menjadi poin bonus yang tidak
wajib diimplementasikan. Jika sudah begitu, quo
vadis masyarakat beserta harapan kemajuannya? Siapa lagi yang dapat
diharapkan dari middle class yang mampu menjadi triger perubahan di sosio
cultural masyarakat? Yang seringkali disebut sebagai Agen Perubahan. Rasanya
jika sudah begini, industry capital
sebagai representasi modernisasi abad millennium mencengkeram terlalu kuat
hingga pada sisi kebutuhan mendasar masyarakat yang dapat membentuk budaya
kapitalistik dan individualism. Menggeser budaya toleran dan kolektivisme yang
dimulai dan sudah kita rasakan sejak di Perguruan Tinggi.
0 Response to "MENAKAR TRIDARMA PERGURUAN TINGGI DI TENGAH ARUS MODERNITAS GLOBAL"
Post a Comment